Kamis, 19 Januari 2017

SOEKARNO, Imam Al BUKHARI dan ISLAM di Negeri Palu Arit

Foto Andi Anshari Ancha Salahuddin.Andy parawansa Blog - Pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni Soviet, sekaligus penguasa tertinggi Negeri Tirai Besi, Nikita Sergeyevich Khrushchev, merasa sudah menang psywar terhadap rivalnya dalam perang dingin, Presiden Amerika Serikat, John F Kennedy.
Ia memiliki ide untuk mengundang Presiden Indonesia, Soekarno ke Moskow. Apalagi saat itu Indonesia berhasil menyandera pilot intelijen Negeri Paman Samuel, Allan Pope. Ia terbukti terlibat dalam pemberontakan mendukung gerakan Permesta, pada 1958.
Soekarno tidak mau melepaskan pilot bayaran yang pesawatnya ditembak TNI di kawasan Maluku. Kondisi itu dimanfaatkan oleh Kamerad Khrushchev. Setidaknya ingin menunjukkan pada raja kapitalis itu bahwa Indonesia berdiri di belakang raja komunis, Uni Soviet.
“Paduka Yang Mulia, Bung Karno. Kami mengundang Yang Mulia untuk datang ke Moskow, menjadi tamu kehormatan negara dan bangsa kami, kata Khruschev, melalui sambungan telepon dalam bahasa Inggris, pada Januari 1961.
Dalam peristiwa yang terjadi pada 56 tahun lalu itu, Bung Karno memahami betul suasana batin Khruschev. Ia pun tidak mau begitu saja memenuhi undangan ke Moskow. Ia tidak ingin Negeri Pancasila terjebak dalam perang dingin. Bung Besar tidak ingin membawa Indonesia ke dalam situasi yang tidak menguntungkan.
Tidak mau Indonesia dipermainkan oleh negara mana pun, maka putra dari Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai, mengajukan syarat. “Saya mau datang ke Moskow dengan satu syarat mutlak yang harus dipenuhi, Paduka. Tidak boleh tidak, Kamerad.”
Khrushchev balik bertanya, “Apa syarat yang Paduka Presiden ajukan?”
Bung Karno menjawab, “Temukan makam Imam Al Bukhari. Saya sangat ingin menziarahinya.”
Si komunis ini terheran-heran. “Siapa pula Imam Al Bukhari?” katanya bersungut-sungut kepada ajudannya.
Tak mau membuang waktu, Khrushchev segera memerintahkan pasukan khususnya untuk menemukan makam tersebut. Setelah dicari ke sana ke mari, anak buah pemimpin Negeri Beruang Merah itu mengaku tidak menemukan makam itu.
Selang beberapa hari, ia kembali menghubungi Bung Karno, “Maaf Paduka Presiden, kami tidak berhasil menemukan makam orang yang Paduka cari. Apa Anda berkenan mengganti syarat?”
Di ujung telepon, Bung Karno tersenyum sinis. “Paduka, kalau tidak ditemukan, ya sudah. Saya lebih baik tidak usah datang ke negara Kamerad.”
Jawaban ‘Putra Sang Fajar’ ini membuat telinga Khrushchev memerah. Khrushchev pun kembali memerintahkan orang-orang nomor satunya langsung menangani masalah ini. “Cari sampai dapat!”
Setelah mengumpulkan informasi dari orang-orang tua Muslim di sekitar Samarkand, anak buah Khrushchev menemukan makam Imam kelahiran Bukhara, tahun 810 Masehi itu. Makamnya dalam kondisi rusak tidak terawat. Imam Al Bukhari memiliki pengaruh besar bagi umat Islam di Indonesia. Ia dimakamkan di Samarkand tahun 870 M.
‘Raja komunis’ itu pun dengan riang kembali menelepon Soekarno dan mengabarkan bahwa makam dimaksud sudah ditemukan, namun dalam kondisi rusak parah. Presiden Soekarno meminta pemerintah Uni Soviet agar segera memperbaiki dan merawat makam tersebut.
Jika tidak, lanjut, Bung Karno, ia menawarkan agar makam tersebut dipindahkan ke Indonesia. Emas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai gantinya.
Khrushchev pun memerintahkan agar makam itu dibersihkan dan dipugar secantik mungkin. Usai renovasi, ia kembali menghubungi Bung Karno. “Baik, saya akan datang ke negara Anda,” jawab Soekarno.
Singkat cerita, setelah mengunjungi Moskow, pada 12 Juni 1961, Bung Karno tiba di Samarkand. Sehari sebelumnya puluhan ribu orang menyambut kehadiran Pemimpin Besar Revolusi Indonesia ini di Kota Tashkent.
Kini, setelah Uni Soviet bubar, wilayah itu menjadi bagian dari Uzbekistan. Tidak banyak yang tahu kalau Bung Karno adalah penemu makam Imam Al Bukhari, seorang perawi hadist Nabi Muhammad SAW.
Tidak banyak yang tahu juga kalau Soekarno ke luar negeri, ia selalu menyebut dirinya sebagai Muslim sejati kepada tuan atau puan rumahnya. Berbicara soal KeesaanTuhan. Tuhan Yang Satu. Itulah tauhid di dalam kitab suci Al-Quran.
Ia kemukakan di depan pemimpin tertinggi Negara Komunis bahwa
Tuhan kekal abadi, sehingga seorang Muslim sejati tidak takut akan kematian. Sebab telah bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah yang disembah kaum Muslimin. Dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah.
Soekarno tidak peduli apakah Presiden Uni Soviet itu mau mendengarkan tentang keyakinannya tentang Islam atau pun tidak. Yang jelas Si Bung sudah paham apa yang ada di kepala Kamerad Khruschev tentang ajaran Marxisme, tentang simbol palu arit.
Ya, ayah kandung dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati, Sukmawati dan Rachmawati, memang bung piawai berpidato soal tauhid di hadapan orang-orang yang tidak beragama. Yang meragukan keesaan Tuhan.
(S. Ginting - senior jurnalis Harian Republika)

Entri Populer

Kamis, 19 Januari 2017

SOEKARNO, Imam Al BUKHARI dan ISLAM di Negeri Palu Arit

Foto Andi Anshari Ancha Salahuddin.Andy parawansa Blog - Pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni Soviet, sekaligus penguasa tertinggi Negeri Tirai Besi, Nikita Sergeyevich Khrushchev, merasa sudah menang psywar terhadap rivalnya dalam perang dingin, Presiden Amerika Serikat, John F Kennedy.
Ia memiliki ide untuk mengundang Presiden Indonesia, Soekarno ke Moskow. Apalagi saat itu Indonesia berhasil menyandera pilot intelijen Negeri Paman Samuel, Allan Pope. Ia terbukti terlibat dalam pemberontakan mendukung gerakan Permesta, pada 1958.
Soekarno tidak mau melepaskan pilot bayaran yang pesawatnya ditembak TNI di kawasan Maluku. Kondisi itu dimanfaatkan oleh Kamerad Khrushchev. Setidaknya ingin menunjukkan pada raja kapitalis itu bahwa Indonesia berdiri di belakang raja komunis, Uni Soviet.
“Paduka Yang Mulia, Bung Karno. Kami mengundang Yang Mulia untuk datang ke Moskow, menjadi tamu kehormatan negara dan bangsa kami, kata Khruschev, melalui sambungan telepon dalam bahasa Inggris, pada Januari 1961.
Dalam peristiwa yang terjadi pada 56 tahun lalu itu, Bung Karno memahami betul suasana batin Khruschev. Ia pun tidak mau begitu saja memenuhi undangan ke Moskow. Ia tidak ingin Negeri Pancasila terjebak dalam perang dingin. Bung Besar tidak ingin membawa Indonesia ke dalam situasi yang tidak menguntungkan.
Tidak mau Indonesia dipermainkan oleh negara mana pun, maka putra dari Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai, mengajukan syarat. “Saya mau datang ke Moskow dengan satu syarat mutlak yang harus dipenuhi, Paduka. Tidak boleh tidak, Kamerad.”
Khrushchev balik bertanya, “Apa syarat yang Paduka Presiden ajukan?”
Bung Karno menjawab, “Temukan makam Imam Al Bukhari. Saya sangat ingin menziarahinya.”
Si komunis ini terheran-heran. “Siapa pula Imam Al Bukhari?” katanya bersungut-sungut kepada ajudannya.
Tak mau membuang waktu, Khrushchev segera memerintahkan pasukan khususnya untuk menemukan makam tersebut. Setelah dicari ke sana ke mari, anak buah pemimpin Negeri Beruang Merah itu mengaku tidak menemukan makam itu.
Selang beberapa hari, ia kembali menghubungi Bung Karno, “Maaf Paduka Presiden, kami tidak berhasil menemukan makam orang yang Paduka cari. Apa Anda berkenan mengganti syarat?”
Di ujung telepon, Bung Karno tersenyum sinis. “Paduka, kalau tidak ditemukan, ya sudah. Saya lebih baik tidak usah datang ke negara Kamerad.”
Jawaban ‘Putra Sang Fajar’ ini membuat telinga Khrushchev memerah. Khrushchev pun kembali memerintahkan orang-orang nomor satunya langsung menangani masalah ini. “Cari sampai dapat!”
Setelah mengumpulkan informasi dari orang-orang tua Muslim di sekitar Samarkand, anak buah Khrushchev menemukan makam Imam kelahiran Bukhara, tahun 810 Masehi itu. Makamnya dalam kondisi rusak tidak terawat. Imam Al Bukhari memiliki pengaruh besar bagi umat Islam di Indonesia. Ia dimakamkan di Samarkand tahun 870 M.
‘Raja komunis’ itu pun dengan riang kembali menelepon Soekarno dan mengabarkan bahwa makam dimaksud sudah ditemukan, namun dalam kondisi rusak parah. Presiden Soekarno meminta pemerintah Uni Soviet agar segera memperbaiki dan merawat makam tersebut.
Jika tidak, lanjut, Bung Karno, ia menawarkan agar makam tersebut dipindahkan ke Indonesia. Emas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai gantinya.
Khrushchev pun memerintahkan agar makam itu dibersihkan dan dipugar secantik mungkin. Usai renovasi, ia kembali menghubungi Bung Karno. “Baik, saya akan datang ke negara Anda,” jawab Soekarno.
Singkat cerita, setelah mengunjungi Moskow, pada 12 Juni 1961, Bung Karno tiba di Samarkand. Sehari sebelumnya puluhan ribu orang menyambut kehadiran Pemimpin Besar Revolusi Indonesia ini di Kota Tashkent.
Kini, setelah Uni Soviet bubar, wilayah itu menjadi bagian dari Uzbekistan. Tidak banyak yang tahu kalau Bung Karno adalah penemu makam Imam Al Bukhari, seorang perawi hadist Nabi Muhammad SAW.
Tidak banyak yang tahu juga kalau Soekarno ke luar negeri, ia selalu menyebut dirinya sebagai Muslim sejati kepada tuan atau puan rumahnya. Berbicara soal KeesaanTuhan. Tuhan Yang Satu. Itulah tauhid di dalam kitab suci Al-Quran.
Ia kemukakan di depan pemimpin tertinggi Negara Komunis bahwa
Tuhan kekal abadi, sehingga seorang Muslim sejati tidak takut akan kematian. Sebab telah bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah yang disembah kaum Muslimin. Dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah.
Soekarno tidak peduli apakah Presiden Uni Soviet itu mau mendengarkan tentang keyakinannya tentang Islam atau pun tidak. Yang jelas Si Bung sudah paham apa yang ada di kepala Kamerad Khruschev tentang ajaran Marxisme, tentang simbol palu arit.
Ya, ayah kandung dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati, Sukmawati dan Rachmawati, memang bung piawai berpidato soal tauhid di hadapan orang-orang yang tidak beragama. Yang meragukan keesaan Tuhan.
(S. Ginting - senior jurnalis Harian Republika)