Kamis, 06 Februari 2014

Sejarah Polewali Mandar

Sejarah Terbentuknya Kabupaten Polewali Mandar
Sebelum dinamai  Polewali Mandar, daerah ini dulunya bernama  Kabupaten Polewali Mamasa disingkat Polmas yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 1959. Dengan berdirinya Kabupaten Mamasa berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2002, maka nama Polewali Mamasa pun diganti menjadi Polewali Mandar. Nama Kabupaten ini resmi digunakan dalam proses  administrasi Pemerintahan  sejak tanggal 1 Januari 2006 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang perubahan nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Polewali Mandar.
Sejarah berdirinya Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa dilepaskan  dari rentetan  panjang sejarah berdirinya Negara kesatuan Republik Indonesia dan pembentukan Propinsi Sulawesi. Dalam catatan sejarah disebutkan pada masa penjajahan, wilayah Kabupaten Polewali Mandar adalah bagian dari 7 wilayah pemerintahan yang dikenal dengan nama Afdeling Mandar yang meliputi empat onder afdeling, yaitu:
1.     Onder Afdeling Majene beribukota Majene;
2.     Onder Afdeling Mamuju beribukota Mamuju;
3.     Onder Afdeling Polewali beribukota Polewali;
4.     Onder Afdeling Mamasa beribukota Mamasa.
Onder Afdeling Majene, Mamuju, dan Polewali yang terletak di sepanjang garis pantai barat pulau Sulawesi mencakup 7 wilayah kerajaan (Kesatuan Hukum Adat) yang dikenal dengan nama Pitu Baqbana Binanga (Tujuh Kerajaan di Muara Sungai) meliputi:
1.     Balanipa di Onder Afdeling Polewali;
2.     Binuang di Onder Afdeling Polewali;
3.     Sendana di Onder Afdeling Majene;
4.     Banggae/Majene di Onder Afdeling Majene;
5.     Pamboang di Onder Afdeling Majene;
6.     Mamuju di Onder Afdeling Mamuju;
7.     Tappalang di Onder Afdeling Mamuju.
Sementara Kesatuan Hukum Adat Pitu Ulunna Salu (Tujuh Kerajaan di Hulu Sungai) yang terletak di wilayah pegunungan berada di Onder Afdeling Mamasa, yang meliputi:
1.     Tabulahan (Petoe Sakku);
2.     Aralle (Indo Kada Nene’);
3.     Mambi (Tomakaka);
4.     Bambang (Subuan Adat);
5.     Rantebulahan (Tometaken);
6.     Matangnga (Benteng);
7.     Tabang (Bumbunan Ada).
Keempat Onder Afdeling tersebut di atas masuk dalam daerah Swatantra Mandar yang dibentuk, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953. Namun setelah ditetapkannya Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 Tanggal 4 Juli 1959  tentang pembentukan daerah daerah di Sulawesi, maka seluruh daerah daerah Swatantra di wilayah Propinsi Sulawesi yang telah dibentuk berdasarkan peraturan perundang undangan  dinyatakan dicabut.
Adapun daerah-daerah swatantra yang telah terbentuk di Sulawesi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 adalah sebagai berikut  :
1.      Kota Manado, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1953 dan Nomor 56 Tahun 1954.
2.      Daerah Kepulauan Sangihe Talaud, berdasarkan Undang-Undang NIT Nomor 44 Tahun 1990.
3.      Daerah Minahasa, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1953.
4.      Daerah Bolaang Mangondow, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 dan 24 Tahun 1954.
5.      Daerah Sulawesi Utara, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1953 dan Nomor 23 Tahun 1954.
6.      Daerah Donggala, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 1952 dan 1 Tahun 1953.
7.      Daerah Poso, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1952 dan Nomor 1 Tahun 1953.
8.      Kota Makassar, berdasarkan Staatsblad 1947 Nomor 21 dan Staatsblad 1949 Nomor 3.
9.      Daerah Makassar, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
10.    Daerah Gowa, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
11.    Daerah Jeneponto – Takalar, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
12.    Daerah Luwu, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1957.
13.    Daerah Tana Toraja, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
14.    Daerah Bone, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1957.
15.    Daerah Wajo, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1957.
16.    Daerah Soppeng, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1957.
17.    Daerah Bonthain,  berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
18.    Daerah Pare-Pare, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
19.    Daerah Mandar, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
20.    Daerah Sulawesi Tenggara, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
Didalam daerah-daerah sebagaimana yang disebutkan masih terdapat swapraja ( kerajaan-kerajaan ). Setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 daerah-daerah swatantra (Afdeling) dan swapraja yang ada dibubarkan dan selanjutnya dibentuk sebagai berikut :
1.      Kotapraja Manado, meliputi bekas Kota Manado.
2.      Dati II Kepulauan Sangihe Talaud, meliputi bekas daerah Kepulauan Sangihe Talaud.
3.      Dati II Minahasa, meliputi bekas daerah Minahasa.
4.      Dati II Bolaang Mangondow, meliputi bekas daerah Bolaang Mangondow.
5.      Dati II Gorontalo, meliputi bekas daerah  Sulawesi Utara setelah         dikurangi dengan bekas Swapraja Buol.
6.      Dati II Donggala, meliputi bekas daerah Donggala setelah dikurangi dengan bekas Swapraja Toli-Toli.
7.      Dati II Buol Toli-Toli, meliputi bekas Swapraja Buol dan Swapraja Toli-Toli ( sebelumnya masuk daerah Sulawesi Utara ).
8.      Kotapraja Gorontalo, meliputi Kota Gorontalo ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi Utara ).
9.      Dati II Poso, meliputi bekas Swapraja-swapraja Poso, Loree, Tojo, Una-una, Bungku dan Moriri ( sebelumnya termasuk daerah Poso ).
10.    Dati II Banggai, meliputi bekas Onderafdeeling dan Swaparaja Banggai      ( sebelumnya termasuk daerah Poso ).
11.    Kotapraja Makassar, meliputi bekas Kota Makassar.
12.    Dati II Pangkajene Kepulauan, meliputi bekas Onderafdeeling pulau-pulau Makassar dan onderafdeeling Pangkajene ( sebelumnya termasuk daerah Makassar ).
13.    Dati II Maros, meliputi bekas Onderafdeeling Maros ( sebelumnya termasuk daerah Makassar ).
14.    Dati II Gowa, meliputi bekas daerah dan Swapraja Gowa.
15.    Dati II Jeneponto, meliputi Onderafdeeling Jeneponto ( sebelumnya termasuk daerah Jeneponto-Takalar ).
16.    Dati II Takalar, meliputi bekas Onderafdeeling Takalar ( sebelumnya termasuk daerah Jeneponto-Takalar ).
17.    Dati II Luwu, meliputi bekas daerah  / Swapraja Luwu.
18.    Dati II Tana Toraja, meliputi bekas daerah Tana Toraja.
19.    Dati II Bone, meliputi bekas daerah  / Swapraja Bone.
20.    Dati II Wajo, meliputi bekas daerah  / Swapraja Wajo.
21.    Dati II Soppeng, meliputi bekas daerah  / Swapraja Soppeng.
22.    Dati II Bonthain, meliputi bekas Onderafdeeling Bonthain ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
23.    Dati II Bulukumba, meliputi bekas Onderafdeeling Bulukumba ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
24.    Dati II Sinjai, meliputi bekas Onderafdeeling Sinjai ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
25.    Dati II Selayar, meliputi bekas Onderafdeeling Selayar ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
26.    Kotapraja Pare-Pare, meliputi Kota Pare-Pare  ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
27.    Dati II Barru, meliputi bekas Swapraja-swapraja Mallusetasi, kecuali yang termasuk Kota Pare-Pare, Soppeng Riaja, Barru dan Tanete ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
28.    Dati II Sidenreng Rappang, meliputi bekas Swapraja-swapraja Sidenreng dan Rappang ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
29.    Dati II Pinrang, meliputi bekas Swapraja-swapraja Sawitto, Batulappa, Kassa dan Suppa ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
30.    Dati II Enrekang, meliputi bekas Swapraja-swapraja Enrekang, Maiwa dan Duri ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
31.    Dati II Majene, meliputi bekas Swapraja-swapraja Majene, Pambauang dan Cenrana ( sebelumnya termasuk daerah Mandar ).
32.    Dati II Mamuju, meliputi bekas Swapraja-swapraja Mamuju dan Tappalang ( sebelumnya termasuk daerah Mandar ).
33.    Dati II Polewali Mamasa, meliputi bekas Swapraja-swapraja Balanipa dan Binuang termasuk Onderafdeeling Polewali dan Onderafdeeling Mamasa   ( sebelumnya termasuk daerah Mandar ).
34.    Dati II Buton, meliputi sebagian bekas Swapraja Buton termasuk Onderafdeeling Buton ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi    Tenggara ).
35.    Dati II Muna, meliputi sebagian bekas Swapraja Buton termasuk bekas Onderafdeeling Muna ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi    Tenggara ).
36.    Dati II Kendari, meliputi bekas Swapraja Laiwui termasuk Onderafdeeling Kendari ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi Tenggara ).
37.    Dati II Kolaka, meliputi bekas Onderafdeeling Kolaka ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi Tenggara ).
Peristiwa amat penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia adalah keluarnya Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959. Dekrit tersebut antara lain menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 menggantikan UUDS 1950. Sejak itu secara otomatis semua peraturan perundangan harus berdasarkan atau sesuai dengan UUD 1945. Sehubungan dengan peraturan perundangan dan kelembagaan yang sudah ada, maka berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 masih tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru. terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah diadakan penyempurnaan-penyempurnaan, antara lain dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, Nomor 4 dan 5 Tahun 1960.
Hal-hal penting dalam hubungannya dengan penataan pemerintahan daerah sesuai dengan penetapan-penetapan tersebut antara lain ialah :
1.      Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD.
2.      Kepala Daerah adalah alat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pimpinan dan penanggung jawab pemerintahan daerah.
3.      DPD dibubarkan diganti dengan Badan Pemerintah Harian ( BPH ) sebagai pembantu Kepala Daerah.
4.      DPRD dirubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong ( DPRDGR ).
5.      Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRDGR.
6.      Kepala Daerah tidak diberhentikan oleh DPRDGR.
7.      Kepala Daerah karena jabatannya menjadi Ketua DPRDGR.
8.      Sekretariat Daerah sebagai penyelenggara administrasi pemerintahan daerah, dikepalai seorang Sekretaris daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1960 Tanggal 31 Maret 1960, Propinsi Sulawesi dipecah menjadi Propinsi Administratif Sulawesi Utara dengan tempat kedudukan pemerintahan di Manado, dan Propinsi Administratif Sulawesi Selatan dengan tempat kedudukan pemerintahan di Makassar.
Dalam pemecahan ini Propinsi Administratif Sulawesi Utara meliputi wilayah :
1.      Kotapraja Manado
2.      Kotapraja Gorontalo
3.      Daerah Tingkat II Sangihe dan Talaud
4.      Daerah Tingkat II Minahasa
5.      Daerah Tingkat II Bolaang Mangondow
6.      Daerah Tingkat II Gorontalo
7.      Daerah Tingkat II Buol Toli-Toli
8.      Daerah Tingkat II Donggala
9.      Daerah Tingkat II Poso
10.    Daerah Tingkat II Banggai
Propinsi Administratif Sulawesi Selatan meliputi wilayah :
1.      Kotapraja Makassar
2.      Kotapraja Pare-Pare
3.      Daerah Tingkat II Pangkajene Kepulauan
4.      Daerah Tingkat II Maros
5.      Daerah Tingkat II Gowa
6.      Daerah Tingkat II Jeneponto
7.      Daerah Tingkat II Takalar
8.      Daerah Tingkat II Luwu
9.      Daerah Tingkat II Tana Toraja
10.    Daerah Tingkat II Bone
11.    Daerah Tingkat II Wajo
12.    Daerah Tingkat II Soppeng
13.    Daerah Tingkat II Bonthain
14.    Daerah Tingkat II Bulukumba
15.    Daerah Tingkat II Sinjai
16.    Daerah Tingkat II Selayar
17.    Daerah Tingkat II Barru
18.    Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang
19.    Daerah Tingkat II Pinrang
20.    Daerah Tingkat II Enrekang
21.    Daerah Tingkat II Majene
22.    Daerah Tingkat II Mamuju
23.    Daerah Tingkat II Polewali Mamasa
24.    Daerah Tingkat II Buton
25.    Daerah Tingkat II Muna
26.    Daerah Tingkat II Kendari
27.    Daerah Tingkat II Kolaka
Dalam konteks Kabupaten Polewali Mamasa, sejarah pembentukannya  tidak bisa dilepaskan dari peran Panitia Penuntut Kabupaten. Dalam catatan sejarah terdapat beberapa versi tentang komposisi personalia Panitia Penuntut Kabupaten Polewali Mamasa. Namun dalam penulisan ini tim penyusun merujuk pada dua sumber referensi yaitu   Panitia Penuntut Kabupaten versi Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2004 tentang Inventarisasi Arsip Pemerintah Daerah Tingkat II Polmas 1918-1983 dan versi naskah sejarah singkat terbentuknya Kabupaten Polewali Mamasa yang ditulis dan dibacakan oleh H.Ibrahim Puang Limboro pada peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten Polewali Mamasa ke 23 tanggal 21 februari 1983.
Dalam buku Inventarisasi Arsip Pemerintah Daerah Polmas yang diterbitkan oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan dijelaskan bahwa sejarah pembentukan Kabupaten Polewali Mamasa  1960 diawali diawali dengan pembentukan tim/panitia penuntut pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa yang susunan personalianya terdiri atas :
Ketua                                     :     Andi Magga
Wakil Ketua                          :     Tamadjoe
Sekretaris                             :     Gama Musa
Anggota                                :     H. Ibrahim Puang Limboro
H.A.Paliwang
A.Pallalungang
Frans Palupadang
H.Muhsin Tahin
J.Mboe Barapadang
Sultani Dg.Panampo
Sementara dalam  naskah sejarah singkat terbentuknya Kabupaten Polewali Mamasa yang ditulis dan dibacakan oleh H.Ibrahim Puang Limboro pada peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten Polewali Mamasa ke 23 tanggal 21 Februari 1983 dijelaskan bahwa   pada tanggal 20 Maret 1957  diadakan suatu rapat yang dihadiri oleh pemuka pemuka masyarakat dari semua golongan. Dalam Pertemuan tersebut ditetapkan komposisi dan personalia Panitia Penuntut Kabupaten sebagai berikut :
  1. Ketua                           :     H.A.Paliwangi
  2. Wakil Ketua I              :     H.Ibrahim Puang Limboro\
  3. Wakil Ketua II             :     Tamadju
  4. Sekretaris I                  :     A.Palulungan
  5. Sekretaris II                 :     Abd.Mutalib
  6. Bendahara                  :     Sultani Daeng Manompo
  7. Pembantu                   :     Juliani Naharuddin
A.A.Hafid Mattalattu
Aco Dg.Cora
Paloncongi Pabbicara Bulan
Abdul Jabbar
Abdullah AK
Suahabuddin.S
Selanjutnya dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa tugas utama dari Panitia Penuntut Kabupaten  yang telah dibentuk adalah menyusun rencana strategis dalam bentuk konsep dan aksi yang akan diusulkan  kepada Pemerintah Pusat untuk menyatukan Onderfdeling Polewali dan Onder  Afdeling Mamasa menjadi satu Kabupaten. Ada beberapa ide yang berkembang  dalam pemeberian nama Kabupaten tersebut. Sebagian tokoh masyarakat menghendaki nama Kabupaten yang akan  dibentuk diberi nama Kabupaten Balanipa berdasarkan tinjauan historisnya.Di sisi lain  ada juga yang mengehendaki nama Kabupaten yang akan di bentuk menjadi Kabupaten Maspol singkatan dari nama Mamasa Polewali. Namun setelah Panitia Penuntut Kabupaten melaksanakan musyawarah secara mufakat maka ditetapkanlah nama Kabupaten Polewali Mamasa sebagai nama Kabupaten yang akan diusulkan ke Pemerintah Pusat dengan Ibukotanya Wonomulyo.
Tidak dapat disangkal bahwa upaya yang dilakukan Panitia Penuntut Kabupaten dalam memperjuangkan berdirinya Kabupaten Polewali Mamasa mengalami pasang surut  dan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Hal ini disebabkan karena sistuasi dan Kondisi politik Afdeling Mandar saat itu. Salah satu hambatan mendasar adalah adanya kelompok atau pihak pihak tertentu yang dengan sengaja mencoba menghalang halangi  kegiatan panitia ini. Ada secara sembunyi sembunyi melakukan provokasi untuk menghalangi pembentukan Kabupaten Polewali Mamasa dan ada pula kelompok yang secara langsung membuat resolusi ke Pemerintah pusat yang semuanya sangat merugikan strategi perjuangan.
Dengan adanya beberapa tantangan ini, Panitia Penuntut Kabupaten melakukan gerak cepat membentuk delegasi yang berangkat ke Jakarta untuk bertemu langsung Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Delelegasi ini terdiri dari Lima orang yaitu :
  1. J.Leboe Barapadang mewakili unsur Pemerintah
  2. Sultani Dg.Manompo mewakili unsur Cendikiawan
  3. K.H.Muksin Tahir, unsure tokoh masyarakat
  4. Gama Musa, unsur tokoh masyarakat
  5. Frans Palopadang,  unsur  tokoh masarakat
Delegasi ini  berjuang ditingkat pusat untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam rangka percepatan  pembentukan Daerah Tingkat II Polewali Mamasa dibantu oleh salah seorang anggota DPRGR/MPRS asal daerah Polewali Mamasa, H.Syarifuddin.  Setelah melalui perjuangan panjang akhirnya Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 ditetapkan oleh Sidang Pleno DPRGR Pusat dan terbentuklah Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa bersama Daerah Tingkat II lainnya di Sulawesi dengan ibukota Polewali. Pemindahan rencana ibukota dari Wonomulyo ke Polewali didasarkan pada berbagai pertimbangan diantaranya pertimbangan sosial, ekonomi dan politik.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 diadakanlah pembenahan berupa pengaturan dan penyempurnaan aparat kelengkapan pemerintahan pada masing masing Daerah Tingkat II. Untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa, pemerintah menunjuk dan melantik Andi Hasan Mangga sebagai Bupati pertama Kabupaten Polewali Mamasa pada tanggal 20 Februari 1960  sekaligus serah terima jabatan dari, Mattotorang Dg.Massikki selaku eks.Residen Afdeling Mandar.
Dalam usianya yang ke 51 Kabupaten Polewali Mandar telah beberapa kali mengalami pergantian pimpinan baik dalam jajaran eksekutif maupun legislatif diantaranya :
  1. A.     Eksekutif
    1. H.Andi Hasan Mangga ( 1960-1966)
    2. Letkol H.Abdullah Madjid (1966-1979)
    3. Drs. A.Samad Syuaib (Pjs) (1979-1980)
    4. Kol.(Purn) S. Mengga (1980-1990)
    5. Drs.H.Andi Kube Dauda (1990-1995)
    6. Drs.H.Tajuddin Noer  (Pjs) (1995-1996)
    7. Kol.H.A.Saad Pasilong (1995-1998)
    8. Kol.H.Hasyim Manggabarani,SH,MM (1998-2003)
    9. Drs. H. Syahrul Syahruddin,MS (Pjs) (2003-2004)
    10. Drs.Ali Baal Masdar,M.Si (2004-2008)
    11. H.Mujirin M.Yamin, SE,MS (Pjs) (2008)
    12. Drs.H.Ali Baal Masdar,M.Si ( 2008-2014)
  2. B.      Legislatif
    1. Badjing Abd.Rahim
    2. Muhiddin
    3. H.Anwar Pabbicara Kenje
    4. Muhiddin
    5. H.A.Rahman Ali
    6. J.M.Soerono
    7. H.A.Saad Pasilong
    8. H.Masdar Pasmar
    9. H.Bustamin Baddolo
    10. H.Hasan Sulur
    11. H.Abdullah Tato P

Terlepas dari berbagai versi tentang komposisi personalia Panitia Penuntut Kabupaten Polewali Mamasa, tim penyusun berupaya untuk tidak terjebak dalam kontroversi yang berkepanjangan. Sebaliknya tim penyusun  senantiasa mencari informasi yang valid dari nara sumber yang memahami masalah ini  dan mengkaji dokumen yang berkaitan permasalahan ini, sehingga naskah yang tersusun dapat menjadi referensi untuk penulisan lebih lanjut  Sejarah Pembentukan Kabupaten Polewali Mandar  yang dapat diterima semua kalangan.

Entri Populer

Kamis, 06 Februari 2014

Sejarah Polewali Mandar

Sejarah Terbentuknya Kabupaten Polewali Mandar
Sebelum dinamai  Polewali Mandar, daerah ini dulunya bernama  Kabupaten Polewali Mamasa disingkat Polmas yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 1959. Dengan berdirinya Kabupaten Mamasa berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2002, maka nama Polewali Mamasa pun diganti menjadi Polewali Mandar. Nama Kabupaten ini resmi digunakan dalam proses  administrasi Pemerintahan  sejak tanggal 1 Januari 2006 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang perubahan nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Polewali Mandar.
Sejarah berdirinya Kabupaten Polewali Mandar tidak bisa dilepaskan  dari rentetan  panjang sejarah berdirinya Negara kesatuan Republik Indonesia dan pembentukan Propinsi Sulawesi. Dalam catatan sejarah disebutkan pada masa penjajahan, wilayah Kabupaten Polewali Mandar adalah bagian dari 7 wilayah pemerintahan yang dikenal dengan nama Afdeling Mandar yang meliputi empat onder afdeling, yaitu:
1.     Onder Afdeling Majene beribukota Majene;
2.     Onder Afdeling Mamuju beribukota Mamuju;
3.     Onder Afdeling Polewali beribukota Polewali;
4.     Onder Afdeling Mamasa beribukota Mamasa.
Onder Afdeling Majene, Mamuju, dan Polewali yang terletak di sepanjang garis pantai barat pulau Sulawesi mencakup 7 wilayah kerajaan (Kesatuan Hukum Adat) yang dikenal dengan nama Pitu Baqbana Binanga (Tujuh Kerajaan di Muara Sungai) meliputi:
1.     Balanipa di Onder Afdeling Polewali;
2.     Binuang di Onder Afdeling Polewali;
3.     Sendana di Onder Afdeling Majene;
4.     Banggae/Majene di Onder Afdeling Majene;
5.     Pamboang di Onder Afdeling Majene;
6.     Mamuju di Onder Afdeling Mamuju;
7.     Tappalang di Onder Afdeling Mamuju.
Sementara Kesatuan Hukum Adat Pitu Ulunna Salu (Tujuh Kerajaan di Hulu Sungai) yang terletak di wilayah pegunungan berada di Onder Afdeling Mamasa, yang meliputi:
1.     Tabulahan (Petoe Sakku);
2.     Aralle (Indo Kada Nene’);
3.     Mambi (Tomakaka);
4.     Bambang (Subuan Adat);
5.     Rantebulahan (Tometaken);
6.     Matangnga (Benteng);
7.     Tabang (Bumbunan Ada).
Keempat Onder Afdeling tersebut di atas masuk dalam daerah Swatantra Mandar yang dibentuk, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953. Namun setelah ditetapkannya Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 Tanggal 4 Juli 1959  tentang pembentukan daerah daerah di Sulawesi, maka seluruh daerah daerah Swatantra di wilayah Propinsi Sulawesi yang telah dibentuk berdasarkan peraturan perundang undangan  dinyatakan dicabut.
Adapun daerah-daerah swatantra yang telah terbentuk di Sulawesi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 adalah sebagai berikut  :
1.      Kota Manado, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1953 dan Nomor 56 Tahun 1954.
2.      Daerah Kepulauan Sangihe Talaud, berdasarkan Undang-Undang NIT Nomor 44 Tahun 1990.
3.      Daerah Minahasa, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1953.
4.      Daerah Bolaang Mangondow, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 dan 24 Tahun 1954.
5.      Daerah Sulawesi Utara, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1953 dan Nomor 23 Tahun 1954.
6.      Daerah Donggala, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 1952 dan 1 Tahun 1953.
7.      Daerah Poso, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1952 dan Nomor 1 Tahun 1953.
8.      Kota Makassar, berdasarkan Staatsblad 1947 Nomor 21 dan Staatsblad 1949 Nomor 3.
9.      Daerah Makassar, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
10.    Daerah Gowa, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
11.    Daerah Jeneponto – Takalar, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
12.    Daerah Luwu, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1957.
13.    Daerah Tana Toraja, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
14.    Daerah Bone, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1957.
15.    Daerah Wajo, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1957.
16.    Daerah Soppeng, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1957.
17.    Daerah Bonthain,  berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
18.    Daerah Pare-Pare, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
19.    Daerah Mandar, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
20.    Daerah Sulawesi Tenggara, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
Didalam daerah-daerah sebagaimana yang disebutkan masih terdapat swapraja ( kerajaan-kerajaan ). Setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 daerah-daerah swatantra (Afdeling) dan swapraja yang ada dibubarkan dan selanjutnya dibentuk sebagai berikut :
1.      Kotapraja Manado, meliputi bekas Kota Manado.
2.      Dati II Kepulauan Sangihe Talaud, meliputi bekas daerah Kepulauan Sangihe Talaud.
3.      Dati II Minahasa, meliputi bekas daerah Minahasa.
4.      Dati II Bolaang Mangondow, meliputi bekas daerah Bolaang Mangondow.
5.      Dati II Gorontalo, meliputi bekas daerah  Sulawesi Utara setelah         dikurangi dengan bekas Swapraja Buol.
6.      Dati II Donggala, meliputi bekas daerah Donggala setelah dikurangi dengan bekas Swapraja Toli-Toli.
7.      Dati II Buol Toli-Toli, meliputi bekas Swapraja Buol dan Swapraja Toli-Toli ( sebelumnya masuk daerah Sulawesi Utara ).
8.      Kotapraja Gorontalo, meliputi Kota Gorontalo ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi Utara ).
9.      Dati II Poso, meliputi bekas Swapraja-swapraja Poso, Loree, Tojo, Una-una, Bungku dan Moriri ( sebelumnya termasuk daerah Poso ).
10.    Dati II Banggai, meliputi bekas Onderafdeeling dan Swaparaja Banggai      ( sebelumnya termasuk daerah Poso ).
11.    Kotapraja Makassar, meliputi bekas Kota Makassar.
12.    Dati II Pangkajene Kepulauan, meliputi bekas Onderafdeeling pulau-pulau Makassar dan onderafdeeling Pangkajene ( sebelumnya termasuk daerah Makassar ).
13.    Dati II Maros, meliputi bekas Onderafdeeling Maros ( sebelumnya termasuk daerah Makassar ).
14.    Dati II Gowa, meliputi bekas daerah dan Swapraja Gowa.
15.    Dati II Jeneponto, meliputi Onderafdeeling Jeneponto ( sebelumnya termasuk daerah Jeneponto-Takalar ).
16.    Dati II Takalar, meliputi bekas Onderafdeeling Takalar ( sebelumnya termasuk daerah Jeneponto-Takalar ).
17.    Dati II Luwu, meliputi bekas daerah  / Swapraja Luwu.
18.    Dati II Tana Toraja, meliputi bekas daerah Tana Toraja.
19.    Dati II Bone, meliputi bekas daerah  / Swapraja Bone.
20.    Dati II Wajo, meliputi bekas daerah  / Swapraja Wajo.
21.    Dati II Soppeng, meliputi bekas daerah  / Swapraja Soppeng.
22.    Dati II Bonthain, meliputi bekas Onderafdeeling Bonthain ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
23.    Dati II Bulukumba, meliputi bekas Onderafdeeling Bulukumba ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
24.    Dati II Sinjai, meliputi bekas Onderafdeeling Sinjai ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
25.    Dati II Selayar, meliputi bekas Onderafdeeling Selayar ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
26.    Kotapraja Pare-Pare, meliputi Kota Pare-Pare  ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
27.    Dati II Barru, meliputi bekas Swapraja-swapraja Mallusetasi, kecuali yang termasuk Kota Pare-Pare, Soppeng Riaja, Barru dan Tanete ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
28.    Dati II Sidenreng Rappang, meliputi bekas Swapraja-swapraja Sidenreng dan Rappang ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
29.    Dati II Pinrang, meliputi bekas Swapraja-swapraja Sawitto, Batulappa, Kassa dan Suppa ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
30.    Dati II Enrekang, meliputi bekas Swapraja-swapraja Enrekang, Maiwa dan Duri ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
31.    Dati II Majene, meliputi bekas Swapraja-swapraja Majene, Pambauang dan Cenrana ( sebelumnya termasuk daerah Mandar ).
32.    Dati II Mamuju, meliputi bekas Swapraja-swapraja Mamuju dan Tappalang ( sebelumnya termasuk daerah Mandar ).
33.    Dati II Polewali Mamasa, meliputi bekas Swapraja-swapraja Balanipa dan Binuang termasuk Onderafdeeling Polewali dan Onderafdeeling Mamasa   ( sebelumnya termasuk daerah Mandar ).
34.    Dati II Buton, meliputi sebagian bekas Swapraja Buton termasuk Onderafdeeling Buton ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi    Tenggara ).
35.    Dati II Muna, meliputi sebagian bekas Swapraja Buton termasuk bekas Onderafdeeling Muna ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi    Tenggara ).
36.    Dati II Kendari, meliputi bekas Swapraja Laiwui termasuk Onderafdeeling Kendari ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi Tenggara ).
37.    Dati II Kolaka, meliputi bekas Onderafdeeling Kolaka ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi Tenggara ).
Peristiwa amat penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia adalah keluarnya Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959. Dekrit tersebut antara lain menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 menggantikan UUDS 1950. Sejak itu secara otomatis semua peraturan perundangan harus berdasarkan atau sesuai dengan UUD 1945. Sehubungan dengan peraturan perundangan dan kelembagaan yang sudah ada, maka berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 masih tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru. terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah diadakan penyempurnaan-penyempurnaan, antara lain dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, Nomor 4 dan 5 Tahun 1960.
Hal-hal penting dalam hubungannya dengan penataan pemerintahan daerah sesuai dengan penetapan-penetapan tersebut antara lain ialah :
1.      Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD.
2.      Kepala Daerah adalah alat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pimpinan dan penanggung jawab pemerintahan daerah.
3.      DPD dibubarkan diganti dengan Badan Pemerintah Harian ( BPH ) sebagai pembantu Kepala Daerah.
4.      DPRD dirubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong ( DPRDGR ).
5.      Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRDGR.
6.      Kepala Daerah tidak diberhentikan oleh DPRDGR.
7.      Kepala Daerah karena jabatannya menjadi Ketua DPRDGR.
8.      Sekretariat Daerah sebagai penyelenggara administrasi pemerintahan daerah, dikepalai seorang Sekretaris daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1960 Tanggal 31 Maret 1960, Propinsi Sulawesi dipecah menjadi Propinsi Administratif Sulawesi Utara dengan tempat kedudukan pemerintahan di Manado, dan Propinsi Administratif Sulawesi Selatan dengan tempat kedudukan pemerintahan di Makassar.
Dalam pemecahan ini Propinsi Administratif Sulawesi Utara meliputi wilayah :
1.      Kotapraja Manado
2.      Kotapraja Gorontalo
3.      Daerah Tingkat II Sangihe dan Talaud
4.      Daerah Tingkat II Minahasa
5.      Daerah Tingkat II Bolaang Mangondow
6.      Daerah Tingkat II Gorontalo
7.      Daerah Tingkat II Buol Toli-Toli
8.      Daerah Tingkat II Donggala
9.      Daerah Tingkat II Poso
10.    Daerah Tingkat II Banggai
Propinsi Administratif Sulawesi Selatan meliputi wilayah :
1.      Kotapraja Makassar
2.      Kotapraja Pare-Pare
3.      Daerah Tingkat II Pangkajene Kepulauan
4.      Daerah Tingkat II Maros
5.      Daerah Tingkat II Gowa
6.      Daerah Tingkat II Jeneponto
7.      Daerah Tingkat II Takalar
8.      Daerah Tingkat II Luwu
9.      Daerah Tingkat II Tana Toraja
10.    Daerah Tingkat II Bone
11.    Daerah Tingkat II Wajo
12.    Daerah Tingkat II Soppeng
13.    Daerah Tingkat II Bonthain
14.    Daerah Tingkat II Bulukumba
15.    Daerah Tingkat II Sinjai
16.    Daerah Tingkat II Selayar
17.    Daerah Tingkat II Barru
18.    Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang
19.    Daerah Tingkat II Pinrang
20.    Daerah Tingkat II Enrekang
21.    Daerah Tingkat II Majene
22.    Daerah Tingkat II Mamuju
23.    Daerah Tingkat II Polewali Mamasa
24.    Daerah Tingkat II Buton
25.    Daerah Tingkat II Muna
26.    Daerah Tingkat II Kendari
27.    Daerah Tingkat II Kolaka
Dalam konteks Kabupaten Polewali Mamasa, sejarah pembentukannya  tidak bisa dilepaskan dari peran Panitia Penuntut Kabupaten. Dalam catatan sejarah terdapat beberapa versi tentang komposisi personalia Panitia Penuntut Kabupaten Polewali Mamasa. Namun dalam penulisan ini tim penyusun merujuk pada dua sumber referensi yaitu   Panitia Penuntut Kabupaten versi Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2004 tentang Inventarisasi Arsip Pemerintah Daerah Tingkat II Polmas 1918-1983 dan versi naskah sejarah singkat terbentuknya Kabupaten Polewali Mamasa yang ditulis dan dibacakan oleh H.Ibrahim Puang Limboro pada peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten Polewali Mamasa ke 23 tanggal 21 februari 1983.
Dalam buku Inventarisasi Arsip Pemerintah Daerah Polmas yang diterbitkan oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan dijelaskan bahwa sejarah pembentukan Kabupaten Polewali Mamasa  1960 diawali diawali dengan pembentukan tim/panitia penuntut pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa yang susunan personalianya terdiri atas :
Ketua                                     :     Andi Magga
Wakil Ketua                          :     Tamadjoe
Sekretaris                             :     Gama Musa
Anggota                                :     H. Ibrahim Puang Limboro
H.A.Paliwang
A.Pallalungang
Frans Palupadang
H.Muhsin Tahin
J.Mboe Barapadang
Sultani Dg.Panampo
Sementara dalam  naskah sejarah singkat terbentuknya Kabupaten Polewali Mamasa yang ditulis dan dibacakan oleh H.Ibrahim Puang Limboro pada peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten Polewali Mamasa ke 23 tanggal 21 Februari 1983 dijelaskan bahwa   pada tanggal 20 Maret 1957  diadakan suatu rapat yang dihadiri oleh pemuka pemuka masyarakat dari semua golongan. Dalam Pertemuan tersebut ditetapkan komposisi dan personalia Panitia Penuntut Kabupaten sebagai berikut :
  1. Ketua                           :     H.A.Paliwangi
  2. Wakil Ketua I              :     H.Ibrahim Puang Limboro\
  3. Wakil Ketua II             :     Tamadju
  4. Sekretaris I                  :     A.Palulungan
  5. Sekretaris II                 :     Abd.Mutalib
  6. Bendahara                  :     Sultani Daeng Manompo
  7. Pembantu                   :     Juliani Naharuddin
A.A.Hafid Mattalattu
Aco Dg.Cora
Paloncongi Pabbicara Bulan
Abdul Jabbar
Abdullah AK
Suahabuddin.S
Selanjutnya dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa tugas utama dari Panitia Penuntut Kabupaten  yang telah dibentuk adalah menyusun rencana strategis dalam bentuk konsep dan aksi yang akan diusulkan  kepada Pemerintah Pusat untuk menyatukan Onderfdeling Polewali dan Onder  Afdeling Mamasa menjadi satu Kabupaten. Ada beberapa ide yang berkembang  dalam pemeberian nama Kabupaten tersebut. Sebagian tokoh masyarakat menghendaki nama Kabupaten yang akan  dibentuk diberi nama Kabupaten Balanipa berdasarkan tinjauan historisnya.Di sisi lain  ada juga yang mengehendaki nama Kabupaten yang akan di bentuk menjadi Kabupaten Maspol singkatan dari nama Mamasa Polewali. Namun setelah Panitia Penuntut Kabupaten melaksanakan musyawarah secara mufakat maka ditetapkanlah nama Kabupaten Polewali Mamasa sebagai nama Kabupaten yang akan diusulkan ke Pemerintah Pusat dengan Ibukotanya Wonomulyo.
Tidak dapat disangkal bahwa upaya yang dilakukan Panitia Penuntut Kabupaten dalam memperjuangkan berdirinya Kabupaten Polewali Mamasa mengalami pasang surut  dan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Hal ini disebabkan karena sistuasi dan Kondisi politik Afdeling Mandar saat itu. Salah satu hambatan mendasar adalah adanya kelompok atau pihak pihak tertentu yang dengan sengaja mencoba menghalang halangi  kegiatan panitia ini. Ada secara sembunyi sembunyi melakukan provokasi untuk menghalangi pembentukan Kabupaten Polewali Mamasa dan ada pula kelompok yang secara langsung membuat resolusi ke Pemerintah pusat yang semuanya sangat merugikan strategi perjuangan.
Dengan adanya beberapa tantangan ini, Panitia Penuntut Kabupaten melakukan gerak cepat membentuk delegasi yang berangkat ke Jakarta untuk bertemu langsung Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Delelegasi ini terdiri dari Lima orang yaitu :
  1. J.Leboe Barapadang mewakili unsur Pemerintah
  2. Sultani Dg.Manompo mewakili unsur Cendikiawan
  3. K.H.Muksin Tahir, unsure tokoh masyarakat
  4. Gama Musa, unsur tokoh masyarakat
  5. Frans Palopadang,  unsur  tokoh masarakat
Delegasi ini  berjuang ditingkat pusat untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam rangka percepatan  pembentukan Daerah Tingkat II Polewali Mamasa dibantu oleh salah seorang anggota DPRGR/MPRS asal daerah Polewali Mamasa, H.Syarifuddin.  Setelah melalui perjuangan panjang akhirnya Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 ditetapkan oleh Sidang Pleno DPRGR Pusat dan terbentuklah Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa bersama Daerah Tingkat II lainnya di Sulawesi dengan ibukota Polewali. Pemindahan rencana ibukota dari Wonomulyo ke Polewali didasarkan pada berbagai pertimbangan diantaranya pertimbangan sosial, ekonomi dan politik.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 diadakanlah pembenahan berupa pengaturan dan penyempurnaan aparat kelengkapan pemerintahan pada masing masing Daerah Tingkat II. Untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa, pemerintah menunjuk dan melantik Andi Hasan Mangga sebagai Bupati pertama Kabupaten Polewali Mamasa pada tanggal 20 Februari 1960  sekaligus serah terima jabatan dari, Mattotorang Dg.Massikki selaku eks.Residen Afdeling Mandar.
Dalam usianya yang ke 51 Kabupaten Polewali Mandar telah beberapa kali mengalami pergantian pimpinan baik dalam jajaran eksekutif maupun legislatif diantaranya :
  1. A.     Eksekutif
    1. H.Andi Hasan Mangga ( 1960-1966)
    2. Letkol H.Abdullah Madjid (1966-1979)
    3. Drs. A.Samad Syuaib (Pjs) (1979-1980)
    4. Kol.(Purn) S. Mengga (1980-1990)
    5. Drs.H.Andi Kube Dauda (1990-1995)
    6. Drs.H.Tajuddin Noer  (Pjs) (1995-1996)
    7. Kol.H.A.Saad Pasilong (1995-1998)
    8. Kol.H.Hasyim Manggabarani,SH,MM (1998-2003)
    9. Drs. H. Syahrul Syahruddin,MS (Pjs) (2003-2004)
    10. Drs.Ali Baal Masdar,M.Si (2004-2008)
    11. H.Mujirin M.Yamin, SE,MS (Pjs) (2008)
    12. Drs.H.Ali Baal Masdar,M.Si ( 2008-2014)
  2. B.      Legislatif
    1. Badjing Abd.Rahim
    2. Muhiddin
    3. H.Anwar Pabbicara Kenje
    4. Muhiddin
    5. H.A.Rahman Ali
    6. J.M.Soerono
    7. H.A.Saad Pasilong
    8. H.Masdar Pasmar
    9. H.Bustamin Baddolo
    10. H.Hasan Sulur
    11. H.Abdullah Tato P

Terlepas dari berbagai versi tentang komposisi personalia Panitia Penuntut Kabupaten Polewali Mamasa, tim penyusun berupaya untuk tidak terjebak dalam kontroversi yang berkepanjangan. Sebaliknya tim penyusun  senantiasa mencari informasi yang valid dari nara sumber yang memahami masalah ini  dan mengkaji dokumen yang berkaitan permasalahan ini, sehingga naskah yang tersusun dapat menjadi referensi untuk penulisan lebih lanjut  Sejarah Pembentukan Kabupaten Polewali Mandar  yang dapat diterima semua kalangan.