Kamis, 16 Januari 2014

Ahmad Akbar: Barat Harus Buka Rahasia Islam

SHABESTAN — Ahmad Akbar, salah seorang periset Kantor Studi Islam di Amerika meyakini bahwa problem utama antara Barat dengan dunia Islam adalah ketiadaan pemahaman dari kedua belah pihak, dan periset ini telah melakukan upaya dua dekadenya untuk meningkatkan keharmonisan interaksi ini.
Laosuar Perancis merilis, Ahmad Akbar, dari Kantor Studi Islam Universitas Washington Amerika dan mantan Komisaris Tinggi Pakistan di Inggris dan Irlandia, mengenai masalah interaksi Barat dengan Islam yang dari pandangannya merupakan sebuah topik kontemporer dan bisa disentuh dalam masyarakat Barat, sembari menyinggung aktivitas dua puluh tahunnya di bidang peningkatan dialog untuk memahamkan Islam di dunia Barat dan pengenalan dunia Muslim, mengatakan, "Saat Ayat-ayat Setan karangan Salman Rushdi diterbitkan, saya berada di Cambright, dan saya banyak melakukan dialog dengan para ulama dari dunia Islam dalam masalah ini. Setelah melakukan penelitian yang meluas sebagai duta di sebuah negara Islam, saya menemukan bahwa problem utama di dunia Barat adalah pemahaman masyarakat Barat yang salah mengenai Islam, dimana pemahaman salah inilah yang kemudian berakhir dengan tindak kekerasan dan perilaku-perilaku tragis."

Pasca insiden 11 September, dunia Islam minus budaya Islam dan tentunya dengan tambahan-tambahan perilaku yang kasar dan liar, telah merasuk ke benak Barat.

Oleh karena itulah kemudian dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki hubungan Barat dengan dunia Islam supaya bisa mengubah pandangan ini dan menjadikannya sebagai titik mula bagi Barat untuk membuka rahasia budaya Islam.

Namun, upaya-upaya untuk mendekatkan budaya keduanya ini tidaklah memberikan pengaruh. Sebaliknya, insiden terus menerus yang terjadi di Amerika belakangan ini, telah menjadi tanggul yang menghalangi upaya-upaya pendekatan interaksi ini.

Ledakan-ledakan Boston yang dirancang oleh kelompok-kelompok ekstrimis telah menciptakan dunia Islam yang mengerikan dan menakutkan di benak Barat, padahal Muslim sepenuhnya terlepas dan tidak terlibat dalam insiden ini.

Masalahnya adalah karena sejak awal, Barat telah membuat pandangan-pandangan baru yang salah tentang Islam dan berupaya mendefinisikan bahwa seluruh umat Muslim adalah identik dengan kelompok-kelompok ekstrimis yang brutal dan mengerikan.

Akhirnya harus diketahui bahwa kataktahuan, ketiadaan informasi, ketiadaan toleran di masyarakat Barat, telah mendorong meningkatnya kemarahan orang-orang Barat untuk saling menyerang.

Pada bulan April 2012, Pusat Agama, Perdamaian dan Urusan Agama Berkley, Universitas George Town, dalam sebuah penerbitannya menjelaskan bahwa 47 persen pemuda Amerika yang berusia antara 18-24 tahun membenarkan tentang adanya kontradiksi budaya Islam dengan Barat.

Pada tahun ini juga, penelitian lain dari Lembaga Penelitian Mazhab Umum menunjukkan bahwa 47 persen warga Amerika menggambarkan bahwa Islam tidak sesuai dengan cara hidup Amerika. Masalah inilah yang memperkuat sensitifitas dan kepekaan dalam dialog-dialog budaya dan mazbhab.

Sepenuhnya tidak masuk akal bahwa seseorang tidak menyukai orang lain karena keyakinan yang dimilikinya, akan tetapi begitu terdapat kesempatan ia akan meminum teh dengannya, melakukan makan bersama, mendengarkan pengalaman-pengalaman dan menguji perilakunya, setidaknya ia bisa menerimanya dengan dalil karena kemanusiaannya kemudian melakukan interaksi dengannya.

Rekan-rekan saya di gereja besar Washington sangat mendukung penyelenggaraan dialog antar mazhab, dan berkaitan dengan ini mereka menganggap pertemuan umat Kristen pada hari Minggu sebagai kesempatan yang sangat berharga, dimana dalam sepanjang itu mereka menyelenggarakan konferensi-konferensi dan pertemuan-pertemuan untuk menjelaskan dalil-dalil penolakan agama dari rakyat Barat dan memperoleh solusi untuk masa depan multi bangsa dan ketenangan putra-putra kita.

Lembaga Anti Penistaan yang mayoritas anggotanya adalah Yahudi, mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap debat-debat yang ada saat ini untuk menentang Muslim, mereka mengecam penerbitan sastra-sastra yang berisi tentang penentangan umat Muslim dan penyerangan kelompok-kelompok terorganisir terhadap masjid-masjid untuk membatasi para Muslim Amerika dalam melakukan kewajiban-kewajiban agama.

Masyarakat Islam Amerika Utara yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga Yahudi dan Kristen juga berupaya untuk meningkatkan interaksi antar agama.

Berdasarkan laporan ini, para Islamphobia selalu mendefinisikan dan menafsirkan ayat-ayat Islam dalam agama ini bertentangan dengan budaya Barat.

Harapan saya, untuk mengenal masyarakat Islam harus dilakukan dengan memilih rujukan agama dengan mata yang terbuka dan mengetahui bahwa Islam adalah agama damai.

Harus diketahui bahwa pemahaman yang salah bukan hanya akan menimbulkan masalah di hauzah mazhab, melainkan di seluruh arena sosial dan politik, hal ini juga akan membuat kesenjangan dan memberikan pengaruh yang merusak.

Harper Lay, seorang penulis Amerika mengatakan, Selama pendapat dan kondisi seseorang tidak diperhatikan, selama Anda belum melewati kulit badannya, dan selama Anda tidak bisa sejenak untuk membayangkan posisinya, maka Anda tidak akan pernah mampu memahaminya.

Entri Populer

Kamis, 16 Januari 2014

Ahmad Akbar: Barat Harus Buka Rahasia Islam

SHABESTAN — Ahmad Akbar, salah seorang periset Kantor Studi Islam di Amerika meyakini bahwa problem utama antara Barat dengan dunia Islam adalah ketiadaan pemahaman dari kedua belah pihak, dan periset ini telah melakukan upaya dua dekadenya untuk meningkatkan keharmonisan interaksi ini.
Laosuar Perancis merilis, Ahmad Akbar, dari Kantor Studi Islam Universitas Washington Amerika dan mantan Komisaris Tinggi Pakistan di Inggris dan Irlandia, mengenai masalah interaksi Barat dengan Islam yang dari pandangannya merupakan sebuah topik kontemporer dan bisa disentuh dalam masyarakat Barat, sembari menyinggung aktivitas dua puluh tahunnya di bidang peningkatan dialog untuk memahamkan Islam di dunia Barat dan pengenalan dunia Muslim, mengatakan, "Saat Ayat-ayat Setan karangan Salman Rushdi diterbitkan, saya berada di Cambright, dan saya banyak melakukan dialog dengan para ulama dari dunia Islam dalam masalah ini. Setelah melakukan penelitian yang meluas sebagai duta di sebuah negara Islam, saya menemukan bahwa problem utama di dunia Barat adalah pemahaman masyarakat Barat yang salah mengenai Islam, dimana pemahaman salah inilah yang kemudian berakhir dengan tindak kekerasan dan perilaku-perilaku tragis."

Pasca insiden 11 September, dunia Islam minus budaya Islam dan tentunya dengan tambahan-tambahan perilaku yang kasar dan liar, telah merasuk ke benak Barat.

Oleh karena itulah kemudian dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki hubungan Barat dengan dunia Islam supaya bisa mengubah pandangan ini dan menjadikannya sebagai titik mula bagi Barat untuk membuka rahasia budaya Islam.

Namun, upaya-upaya untuk mendekatkan budaya keduanya ini tidaklah memberikan pengaruh. Sebaliknya, insiden terus menerus yang terjadi di Amerika belakangan ini, telah menjadi tanggul yang menghalangi upaya-upaya pendekatan interaksi ini.

Ledakan-ledakan Boston yang dirancang oleh kelompok-kelompok ekstrimis telah menciptakan dunia Islam yang mengerikan dan menakutkan di benak Barat, padahal Muslim sepenuhnya terlepas dan tidak terlibat dalam insiden ini.

Masalahnya adalah karena sejak awal, Barat telah membuat pandangan-pandangan baru yang salah tentang Islam dan berupaya mendefinisikan bahwa seluruh umat Muslim adalah identik dengan kelompok-kelompok ekstrimis yang brutal dan mengerikan.

Akhirnya harus diketahui bahwa kataktahuan, ketiadaan informasi, ketiadaan toleran di masyarakat Barat, telah mendorong meningkatnya kemarahan orang-orang Barat untuk saling menyerang.

Pada bulan April 2012, Pusat Agama, Perdamaian dan Urusan Agama Berkley, Universitas George Town, dalam sebuah penerbitannya menjelaskan bahwa 47 persen pemuda Amerika yang berusia antara 18-24 tahun membenarkan tentang adanya kontradiksi budaya Islam dengan Barat.

Pada tahun ini juga, penelitian lain dari Lembaga Penelitian Mazhab Umum menunjukkan bahwa 47 persen warga Amerika menggambarkan bahwa Islam tidak sesuai dengan cara hidup Amerika. Masalah inilah yang memperkuat sensitifitas dan kepekaan dalam dialog-dialog budaya dan mazbhab.

Sepenuhnya tidak masuk akal bahwa seseorang tidak menyukai orang lain karena keyakinan yang dimilikinya, akan tetapi begitu terdapat kesempatan ia akan meminum teh dengannya, melakukan makan bersama, mendengarkan pengalaman-pengalaman dan menguji perilakunya, setidaknya ia bisa menerimanya dengan dalil karena kemanusiaannya kemudian melakukan interaksi dengannya.

Rekan-rekan saya di gereja besar Washington sangat mendukung penyelenggaraan dialog antar mazhab, dan berkaitan dengan ini mereka menganggap pertemuan umat Kristen pada hari Minggu sebagai kesempatan yang sangat berharga, dimana dalam sepanjang itu mereka menyelenggarakan konferensi-konferensi dan pertemuan-pertemuan untuk menjelaskan dalil-dalil penolakan agama dari rakyat Barat dan memperoleh solusi untuk masa depan multi bangsa dan ketenangan putra-putra kita.

Lembaga Anti Penistaan yang mayoritas anggotanya adalah Yahudi, mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap debat-debat yang ada saat ini untuk menentang Muslim, mereka mengecam penerbitan sastra-sastra yang berisi tentang penentangan umat Muslim dan penyerangan kelompok-kelompok terorganisir terhadap masjid-masjid untuk membatasi para Muslim Amerika dalam melakukan kewajiban-kewajiban agama.

Masyarakat Islam Amerika Utara yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga Yahudi dan Kristen juga berupaya untuk meningkatkan interaksi antar agama.

Berdasarkan laporan ini, para Islamphobia selalu mendefinisikan dan menafsirkan ayat-ayat Islam dalam agama ini bertentangan dengan budaya Barat.

Harapan saya, untuk mengenal masyarakat Islam harus dilakukan dengan memilih rujukan agama dengan mata yang terbuka dan mengetahui bahwa Islam adalah agama damai.

Harus diketahui bahwa pemahaman yang salah bukan hanya akan menimbulkan masalah di hauzah mazhab, melainkan di seluruh arena sosial dan politik, hal ini juga akan membuat kesenjangan dan memberikan pengaruh yang merusak.

Harper Lay, seorang penulis Amerika mengatakan, Selama pendapat dan kondisi seseorang tidak diperhatikan, selama Anda belum melewati kulit badannya, dan selama Anda tidak bisa sejenak untuk membayangkan posisinya, maka Anda tidak akan pernah mampu memahaminya.